CWGI Bahas Indikator Laporan CEDAW di Indonesia, Isu Tabu Jangan Dilupakan
CEDAW Working Group Indonesia (CWGI) mengadakan workshop Pemantauan CEDAW di Indonesia pada 18-19 Agustus 2022 di Jakarta. 38 tahun pasca Indonesia meratifikasi CEDAW, masih banyak catatan-catatan dan pekerjaan rumah yang harus Indonesia selesaikan, terutama dalam perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan yang termasuk dalam kelompok marginal dan terpinggirkan.
Workshop tersebut bertujuan untuk merefleksikan implementasi CEDAW di Indonesia dan mendorong pemantauan implementasi CEDAW secara berkala oleh organisasi masyarakat sipil. Dalam kegiatan tersebut, Direktur Eksekutif Daerah (DED) PKBI Daerah Kalimantan Selatan, Hapniah, menjadi perwakilan dari organisasi masyarakat sipil di Kalimantan Selatan. Ia menjelaskan bahwa dalam pemantauan CEDAW di Indonesia ada beberapa indikator yang dihapuskan karena sudah tidak relevan lagi dan ada beberapa indikator baru yang ditambahkan terutama terkait pemenuhan dan perlindungan perempuan yang termasuk dalam kelompok marginal dan terpinggirkan.
Poin-poin baru ini termasuk perlindungan bagi kelompok Lesbian, Biseksual dan Transgender (LBT), pekerja seks perempuan, aborsi aman, perempuan dalam konteks kebencanaan dan situasi konflik atau krisis dan penegakan implementasi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 maupun SK Dirjen Pendis 5494 Tahu 2019 mengenai penghapusan dan penanganan kekerasan seks di perguruan tinggi. Isu-isu ini sering kali dianggap sebagai isu yang tabu dan implikasinya tidak masuk ke dalam laporan-laporan CEDAW yang dibuat oleh pemerintah Indonesia. Untuk itu lah, ada dorongan agar masing-masing organisasi masyarakat sipil juga mengirimkan laporan CEDAW versi mereka sebagai perbandingan antara laporan CEDAW versi pemerintah Indonesia dan laporan CEDAW versi masyarakat.
Jika dilihat, isu-isu yang dianggap tabu tersebut memiliki banyak masalah dalam penegakan dan perlindungannya. Kelompok waria yang menjadi dampingan program INKLUSI PKBI Daerah Kalimantan Selatan misalnya masih ditemukan beberapa kasus dimana mereka tidak memiliki KTP sehingga tidak bisa mengakses layanan baik yang diberikan oleh pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil. Ini tentu berdampak pada pemenuhan hak-hak mereka, baik dari segi kesehatan, pendidikan, hingga ekonomi.
Kelompok-kelompok wanita pekerja seks (WPS) dan remaja yang menjadi jangkauan program Pulih Bersama juga tidak terlepas dari masalah. WPS sering kali terjebak dalam kemiskinan yang membuat mereka tidak dapat mengakses layanan pemerintah. Ada pula kasus-kasus dimana mereka menjadi korban kekerasan dan seluruh dokumen kependudukan mereka ditahan. Remaja-remaja perempuan di Kalimantan Selatan masih belum lepas dari cengkraman pernikahan anak maupun masalah kesehatan seperti stunting dan anemia.
Hapniah sendiri menjelaskan bahwa pemilihan nomenklatur dari pemerintah semakin menajamkan jurang diskriminasi yang ada pada kelompok marginal. "Kelompok LBT misalnya kan itu masih disebut sebagai kelompok PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) dan populasi kunci," jelasnya. Jika belum-belum mereka sudah dilabeli sebagai masalah maka diskriminasi pada kelompok-kelompok ini jurangnya tidak bisa terjembatani dengan baik.
Workshop yang digelar selama 2 hari tersebut diisi dengan diskusi panel di hari pertama dan diskusi mengenai indikator pemantauan laporan CEDAW. Diskusi panel di hari pertama menghadirkan beberapa narasumber diantaranya adalah Ratna Susianawati, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia; Sulistyowati Irianto, guru besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia; Dewi Cakrawinata, CWGI; dan Rini Hutabarat, Komnas Perempuan. Hari kedua diisi dengan diskusi kelompok dan pembagian peran untuk pemantauan implementasi CEDAW di Indonesia dalam rangka penyusunan pelaporan CEDAW. PKBI Daerah Kalimantan Sendiri adalah organisasi yang berfokus pada Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), perempuan dalam situasi kebencanaan dan LBT. Sebagai organisasi masyarakat sipil di Indonesia, PKBI Daerah Kalimantan Selatan siap untuk turut memantau implementasi CEDAW di Indonesia khususnya di wilayah Kalimantan Selatan.
Komentar
Posting Komentar